Benarkah Nasab Habib Keturunan Ba Alawi Terputus Dari Rasulullah

Assalamu'alaikum

Akhir-akhir ini masyarakat indonesia dihebohkan dengan masalah nasab. Nasab para habib keturunan ba'alawi. Yang mengklaim sebagai dzuriah Rasulullah.

Hingga muncul tesis dari KH. Imaduddin Utsman, bahwa silsilah nasab para habib keturunan ba'alwi tidak tersambung atau terputus dari Rasulullah.

Dikutib dari kitab "Terputusnya Nasab Habib Kepada Nabi Muhammad Saw"
Penulis: KH. Imaduddin Utsman Al-Bantani
pengasuh pesantren Nahdlatul Ulum, Banten
Cetakan pertama: Oktober 2022
Penerbit:  Maktabah Nahdlatul Ulum


Mengkonfirmasi Alawi Bin Ubaidillah

Alawi bin Ubaidillah disebut sebagai datuk Ba'alawi yang ada di Indonesia, Yaman dan beberapa Negara di Asia Tenggara. Nasab lengkapnya yaitu Alawi bin Ubaidillah bin Ahmad al-Muhajir bin Isa al-Rumi bin Muhammad an-Naqib bin Ali al-Uraidi bin Ja'far al-Shadiq bin Muhammad al-Baqir bin Ali Zaenal Abidin bin Husain bin Fatimah Azzahra bin Nabi Muhammad s.a.w. dari nasab itu Alawi adalah urutan ke-12 dari nama-nama yang ada.


Dalil bahwa Nabi Muhammad s.a.w mempunyai anak bernama Fatimah :

وَايْمُ اللَّهِ لَوْ أَنَّ فَاطِمَةَ بِنْتَ مُحَمَّدٍ سَرَقَتْ لَقَطَعْتُ يَدَهَا

"Demi Allah, jika Fatimah binti Muhammad mencuri, maka sungguh akan aku potong tangannya."(H.R.Bukhari)

Dalil Bahwa Siti Fatimah. Mempunyai Anak Bernama Husain.

Hadits yang menyatakan bahwa Husain adalah putra Ali

عن الحاكم النيسابوري بإسناده عن أبي حازم، عن أبي هريرة قال: رأيت رسول الله (صلى الله عليه وآله) وهو حامل الحسين بن علي (عليهما السلام) وهو يقول: (اللهم إني أحبّه فأحبّه).

"Diriwayatkan dari al-Hakim an-Naisaburi dengan sanad dari Abi Hazim dari Abi Hurairah r.a. ia berkata: saya melihat Rasulullah s.a.w. sedangkan ia menggendong al-Husain bin Ali a.s. ia berkata: Ya Allah sungguh aku mencintainya maka cintailah ia."

Hadits yang menyatakan bahwa Ali adalah suami Fatimah

(تزوجت فاطمة رضي الله عنها، فقلت: يا رسول الله! ابْنِ بِي (اسمح لي بالدخول بها)، قال: (أعطها شيئاً) قلت: ما عندي من شيء، قال: (فأين دِرْعُكَ الْحُطَمِيَّة؟) قلتُ: هي عندي، قال: (فأعطها إياه) درعك

"Ali r.a. berkata: Aku menikahi Fatimah r.a. maka aku berkata: Ya Rasulullah, nikahkan aku (dengan Fatimah), Nabi berkata: berilah ia sesuatu (mas kawin), aku berkata: aku tak punya sesuatu, Nabi berkata: kemana baju besi hutomiyah itu, aku berkata: ada padaku, Nabi berkata: maka berikan baju besi itu kepadanya. (HR.Nasa'i)

Dari dua hadits tersebut dapat disimpulkan bahwa Husain adalah anak dari Siti Fatimah r.a.


Dalil yang Menyatakan Bahwa Husain. Mempunyai Anak Ali Zainal Abidin dan Seterusnya Sampai Kepada Ali al-Uraidi

Hadits yang terdapat dalam kitab Sunan at-Turmudzi yang dikarang pada abad ke-3 Hijrah:

  أن النبيَّ _صلى الله عليه وسلم_ أخذَ بيدِ حسنٍ وحسينٍ قال : "مَنْ أحبَّني ، وأحبَّ هذينِ, وأباهُما وأمَّهما ، كان معي في دَرجَتي يومَ القيامةِ".

"Imam Turmudzi berkata: telah mengajarkan hadist kepada kami Nashor bin Ali al-Jahdlami, telah mengajarkan hadits kepada kami Ali (al-Uraidi) bin Ja'far (al-Shadiq) bin Muhammad al-Baqir bin Ali (Zaenal Abdidin), telah mengkhabarkan kepadaku saudara laki-lakiku Musa (al-Kadzim) bin Ja'far (al-Shadiq) bin Muhammad (al-Baqir), dari ayahnya yaitu ja'far bin Muhammad, dari ayahnya yaitu Muhammad bin Ali, dari ayahnya yaitu Ali bin Husain, dari ayahnya (Husain) dari kakeknya yaitu Ali bin Abi Talib, bahwa Rasulullah s.a.w. memegang tangan Hasan dan Husain lalu berkata: siapa yang mencintaiku dan mencintai dua orang ini dan ayah-ibunya. maka ia akan bersamaku dalam tingkatanku di hari kiamat. Berkata Abu Musa (Imam Turmudzi) hadis ini ghorib kami tidak mengetahuinya dari hadits Ja'far bin Muhammad kecuali dari arah ini."

Dari hadits ini dapat disimpulkan, bahwa benar Husain mempunyai anak bernama Ali Zainal Abidin, dan benar bahwa Ali Zaenal mempunyai anak bernama Muhammad al-Baqir, dan bahwa benar Muhammad al-Baqir mempunyai anak bernama Ja'far al-Shadiq, dan bahwa benar Ja'far al-Shadiq mempunyai anak bernama Ali al-Uraidi.

Dalil Bahwa Ali al-Uraidi (219 H.) Mempunyai Anak Bernama Muhammad al-Naqib (250H.)

Untuk mencari dalil tentang anak Ali al-Uraidi kita kesulitan mencarinya dari kitab hadits, maka kita berpindah kepada kitab nasab primer. Yaitu kitab nasab yang ditulis saat tokoh yang dibahas itu hidup. Jika tidak ditemukan di kitab primer, maka kita menggunakan kitab sekunder, kitab yang ditulis setelah masa tokoh itu wafat, yang paling dekat masanya dengan hidupnya tokoh tersebut.


Seperti disebutkan sebelumnya, Ali al-Uraidi wafat tahun 210 Hijrah  pada  awal abad ketiga Hijrah. Apakah ada kitab nasab yang ditulis pada masa itu? Penulis belum menemukan kitab nasab yang ditulis abad ketiga hijriah, yang penulis temukan kitab nasab yang ditulis oleh  ulama yang hidup pada pertengahan abad keempat hijrah, yaitu kitab Sirru al-Silsilati al-Alawiyah, karya Syaikh Abi Nashr Sahal bin Abdullah al-Bukhari (341 H).

"al-Bukhari  berkata: Ali (al-Uraidi) bin Ja'far (al-Shadiq) mempunyai anak Muhammad (al-Naqib) bin Ali dan Hasan bin Ali, ibu mereka berdua adalah ummu walad (budak perempuan yang melahirkan anak dari tuannya), dan (anak Ali al-Uraidi lagi) Ahmad bin Ali binja far, dari (ibu) seorang perempuan Arab."

Al-Bukhari, menyebut anak Ali al-Uraidi tiga orang yaitu Muhammad (al-Naqib), Hasan dan Ahmad.
 
Dari keterangan kitab tersebut terkonfirmasi bahwa benar Ali al-Uraidi mempunyai anak bernama Muhammad (al-Naqib).

Walaupun, mulai dari wafatnya Ali al-Uraidi tahun 210 hijriah sampai ditulisnya nama anaknya yang bernama Muhammad al-Naqib pada tahun 341 H, terputus periwayatan selama 131 tahun, namun tidak ditemukan kitab di rentang waktu itu yang menolak keberadaan Muhammad al-Naqib sebagai putra dari Ali al­-Uraidi.

Disinilah berlaku kaidah al-Syuhroh wal-istifadloh bagi Muhammad al­-Naqib di antara rentang waktu itu. Dan biasanya jarak seperti itu masih sangat lekat seseorang dikenal dengan tiga atau empat generasi ke atas. Dan nanti akan terbukti bahwa pengarang kitab ini hidup satu masa dengan cucu dan buyut dari Ali al-Uraidi yang bernama Isa dan Ahmad.


Dalil yang menyatakan bahwa Muhammad al-Naqib mempunyai anak Isa terdapat dalam kitab "Sirru Silsilati al-Alawiyyah" karya Syaikh Abu Nashar al-Bukhari (341H).

"Dan Muhammad (al-Naqib) mempunyai anak: Isa al-Arat, Ja'jar, Ali, al-Husain dan Yahya, dari (para ibu) ummu walad".

Dari kitab tersebut terkonfirmasi bahwa Muhammad an-Naqib mempunyai anak bernama Isa.

Dalil bahwa Isa mempunyai anak bernama Ahmad bin Isa terdapat dalam kitab "Tahdzibul Ansab" karya Syaikh Syaraf al-Ubaidili (435H).

"Maka keturunan dari Abil Hasan Isa al-Naqib bin Muhammad bin Ali al-Uraidi dari banyak orang... (sampai al-Ubaidili berkata).. dan Ahmad bin Isa al-Naqib bin Muhammad bin Ali al-Uraidi ".

Dari keterangan kitab tersebut terkonfirmasi bahwa Isa mempunyai anak bernama Ahmad.

Dari dalil-dalil tersebut dapat disimpulkan, bahwa nasab Ahmad bin isa sampai kepada Rasulullah Muhammad Saw. terkonfirmasi secara ilmiah.

Lalu bagaimana kesahihan Ahmad bin isa kepada "anaknya" yang bernama Ubaidillah yang merupakan ayah dari Alawi bin ubaidillah (datuk para habaib), apakah betul Ahmad bin Isa mempunyai anak beranama Ubaidillah?.


Kitab Abad Kelima Hijriah

Pertama, Kitab Tahdzibul Ansab wa Nihayatul Alqab yang dikarang oleh Al-Ubaidili (437H) abad kelima ketika menerangkan tentang keturunan Ali al-Uraidi tidak menyebutkan nama Alawi dan ayahnya, Ubaidillah. Ia hanya menyebutkan satu anak dari Ahmad al-Abah bin Isa, yaitu Muhammad.

"Dan Ahmad bin Isa an-Naqib bin Muhammad bin Ali al-Uraidi diberikan gelar an-Naffat, sebagian dari keturunannya adalah Abu Ja'far (al-A'ma: yang buta) Muhammad bin Ali bn Muhammad bin Ahmad, ia buta di akhir hayatnya, ia pergi ke Basrah menetap dan wafat di basrah. Dan ia mempunyai anak. Saudaranya di al-jabal (gunung) juga mempunyai anak."

Al-Ubaidili, pengarang kitab Tahdzibul Ansab ini, hidup satu masa dengan alawi dan satu masa pula dengan ayahnya yaitu Ubaidillah. Menurut kitab Lisan al-Mizan karya Ibnu Hajar al-Asqolani, Al-Ubaidili wafat pada tahun 436 atau 437 Hijriah, berarti hanya 36 atau 37 tahun setelah wafatnya Alawi pada tahun  400 Hijriah. Dalam kitab tersebut dikatakan umur al-Ubaidil mencapai 100 tahun, berarti Al-Ubaidili lahir pada 336/337 Hijriah, dan Ubaidillah yang merupakan ayah Alawi wafat pada tahun 383H, maka ketika ubaidllah ini wafat Al-Ubaidili sudah berumur 47 tahun, dan ketika wafatnya Alawi, Al-Ubaidli sudah mencapai umur 60 lebih, tentunya pengetahuan dan kebijaksanaanya  sudah mencapai derajat tsiqoh.

Disebutkan dalam kitab yang sama, Al-Ubaidli ini selama hidupnya sering mengunjungi banyak Negara seperti: Damaskus, Mesir, Tabariyah, Bagdad dan Mousul, seharusnya Al-Ubaidili, ketika menerangkan keturunan Ahmad bin Isa, ia mencatat nama Alawi sebagai cucu Ahmad bin Isa dan Ubaidillah sebagai  anak Ahmad bin Isa. Akan tetapi kenyataanya Al-Ubaidili tidak menyebutkannya. Kenapa?, Karena memang dua nama ini tidak ditemukan sebagai anak dan cucu Ahmad bin Isa.


Seperti yang disebutkan Habib Muhammad Dliya Syahab dalam kitabnya al-Imam Ahmad Al-Muhajir, bahwa Ahmad bin Isa ini adalah seorang Imam. Tentunya jika seorang imam, maka  akan dikenal banyak orang, bukan hanya pribadinya, tapi juga anak-anaknya dan cucu-cucunya, tetapi kenyataannya, ulama yang semasa hidup dengan Alawi, yaitu al-Ubaidili, tidak menyebut Alawi sebagai cucu Ahmad bin Isa.

Kedua, Kitab al-Majdi fi Ansab al-tholibin karya Sayyid Syarif Najmuddin Ali bin Muhammad al-Umari an-Nassabah (490H), ketika menerangkan tentang keturunan Isa bin Muhammad an-Naqib, ia menyebutkan bahwa keturunan dari Ahmad al-Abah bin Isa yang ada di Bagdad yaitu dari al-Hasan Abu Muhammad ad-Dallal Aladdauri bin Muhammad bin Ali bin Muhammad bin Ahmad bin Isa. Sama seperti al-Ubaidili, al-Umari hanya menyebutkan satu anak saja dari Ahmad al-Abah.

"Dan Ahmad Abul Qasim al-Abah yang dikenal dengan "al-Naffat" karena ia berdagang minyak nafat (sejenis minyak tanah), ia mempunyai keturunan di bagdad dari al-Hasan Abu Muhammad ad-Dalal Aladdauri di Bagdad, aku  melihatnya wafat diakhir umurnya di Bagdad, ia anak dari Muhammad bin Ali bin Muhammad bin Ahmad bin Isa bin Muhammad (an-Naqib) bin (Ali) al-Uraidi."

Dari kitab al-Majdi karya al-Umri tersebut, disimpulkan bahwa salah seorang anak dari Ahmad bin Isa bernama Muhammad, yang demikian itu sesuai dengan kitab Tahdzibul Ansab karya al-Ubaidili. Perbedaan dari keduanya adalah, al-Umari menerangkan tentang keturunan Ahmad bin Isa yang bernama Muhammad bin Ali di Basrah, sedangkan al-Ubaidili menerangkan tentang anak dari Muhammad bin Ali yaitu al-hasan yang sudah pindah ke Bagdad.

Kedua kitab abad kelima ini sepakat bahwa Ahmad bin Isa mempunyai anak bernama Muhammad.

Ketiga, Kitab Muntaqilatut Tholibiyah karya Abu Ismail Ibrahim bin Nasir ibnu Thobatoba (400H), yaitu sebuah kitab yang menerangkan tentang daerah lokasi perpindahan para keturunan Abi Tholib  menyebutkan, bahwa keturunan Abi Tholib yang ada di kota Ray (iran) adalah Muhammad bin Ahmad an-Naffat. Seperti diketahui bahwa keturunan Nabi juga sekaligus adalah keturunan Ali bin Abi Talib.

"Di Kota Ray, (ada keturunan Abu Tholib  bernama) Muhammad bin Ahmad an-Naffat bin Isa bin Muhammad al-Akbar bin Ali al-Uraidi. Keturunannya (Muhammad bin Ahmad) ada tiga yaitu Muhammad, Ali dan Husain."

Dari kutipan tersebut Ahmad bin Isa disebutkan mempunyai anak bernama Muhammad, sama seperti kitab Tahdzibul Ansab dan kitab al-Majdi.

Berdasarkan tiga kitab dari abad kelima. Bahwa tidak ada anak Ahmad bin Isa bemama Ubaidillah, dan tidak ada cucu Ahmad bin Isa bernama Alawi padahal penulisnya semasa dengan Ubaidillah dan Alawi. Lalu siapa Alawi bin Ubaidillah ini yang keturunannya mengaku sebagai cucu Nabi Muhammad s.a.w.?


Kitab Abad Keenam Hijriah

Kitab as-Syajarah al-Mubarokah karya Imam Al-Fakhrurazi (606H). Menyatakan bahwa Ahmad bin Isa tidak mempunyai anak bernama Ubaidillah.

"Adapun Ahmad al-Abh maka anaknya yang berketurunan ada tiga yaitu Muhammad Abu ja'far yang berada di kota Ray, Ali yang berada di Ramallah, dan Husain yang keturunanya ada di Naisaburi." (Al-Syajarah Al-Mubarokah).
 
Dari kutipan tersebut, Imam Al-Fakhrurazi tegas menyebutkan bahwa Ahmad al-Abh bin Isa hanya mempunyai tiga anak yaitu Muhammad, Ali dan Husain. Ia menyebutkan jumlah anak Ahmad bin Isa dengan menggunakan jumlah ismiyah yang menunjukan ta'kid (kuat). Ahmad al-Abh tidak mempunyai anak bernama Ubaidillah dan tidak mempunyai cucu bernama Alawi. Dari ketiga anaknya itu, menurut Imam al-fakhrurazi tidak ada yang tinggal di Yaman. Dari sini kesempatan masuknya nama lain sudah  tertutup secara ilmiyah, kecuali ada kitab semasa atau yang lebih dahulu ditulis yang berbicara lain.

Imam al-Fakhrurazi, penulis kitab al-Syajarah al-Mubarokah tinggal di Kota Ray (Iran), di mana di sana banyak keturunan Ahmad Al-Abh dari jalur Muhammad Abu Ja'far, tentunya informasi tentang berapa anak yang dimiliki oleh Ahmad al-Abh ia dapatkan secara valid dari keturunan Ahmad yang tinggal di Kota Ray.

Sampai pengarang kitab ini wafat tahun 606 Hijriah, sudah 261 tahun dihitung mulai dari wafatnya Ahmad bin Isa, tidak ada riwayat, tidak ada kisah, tidak ada kabar bahwa Ahmad bin isa pernah punya anak yang bernama Ubaidillah dan cucu yang bernama Alawi. Lalu siapa mereka berdua, yang kemudian diberitakan bahwa anak keturunannya sebagai cucu Nabi Muhammad Saw?


Kitab Abad Ketujuh Hijriah

Kitab al-Fakhri fi Ansabitalibin karya Azizuddin Abu Tolib Ismail bin Husain al-Marwazi (614H) menyebutkan seperti kitab-kitab abad kelima, yaitu hanya menyebutkan satu jalur keturunan Ahmad bin Isa yaitu dari jalur Muhammad bin Ahmad bin Isa.

"Sebagian dari mereka (keturunan Isa an-Naqib) adalah Abu Ja'far (al-a'ma: yang buta) Muhammad bin Ali bin Muhammad bin Ali bin Muhammad bin Ahmad al-Abah, ia punya anak di Bashrah, dan saudaranya di al-jabal di Kota Qom (iran), ia punya anak. "(Al-Fakhri fi ansabitholibin, Sayid Azizuddin Abu Tholib Ismail bin Husain al-Mawarzi, Tahqiq sayid Mahdi ar-Roja 'i).
 
Sampai abad ketujuh ini tidak ada nama anak Ahmad yang bernama Ubaidillah dan pula tidak disebutkan Ahmad punya keturunan di Yaman.


Kitab Abad Kedelapan Hijriah

Kitab al-Ashili Ji Ansabittholibin karya Shofiyuddin Muhammad ibnu at-Thoqtoqi al-Hasani (709H) menyebutkan satu jalur keturunan Ahmad bin Isa yaitu melalui anaknya yang bernama Muhammad bin Isa.

"Dan dari keturunan Ahmad bin Isa an-Naqib adalah al-Hasan bin Abi Saha Ahmad bin Ali bin Abi Ja'far Muhammad bin Ahmad.

Kitab al-Tsabat al Mushan karya lbnul a'raj al-Husaini (787H). "Dan adapun Ahmad, maka ia berketurunan dan dari  keturunannya adalah Abu Muhammad al-Hasan al-Dalla di Bagdad, guruku al-umari melihatnya di Bagdad, dan ia meninggal di Bagdad, ia adalah putra Muhammad bin Ali bin Muhammad bin Ahmad bin Isa al-Rumi, dan ia mempunyai beberapa anak diantaranya Abul Qasim Ahmad al-Asyaj yang dikenal dengan al-Naffath"

Demikian pula, sampai 442 tahun ini, sejak kematian Ahmad bin Isa, tidak ada nama anak Ahmad yang bernama Ubaidillah dan pula tidak ada disebutkan Ahmad punya keturunan di Yaman.


Muncul Nama Abdullah Dalam Kitab Sejarah
 
Lalu setelah 385 tahun ada nama baru muncul. Tapi bukan Ubaidillah, ia adalah Abdullah yang disebut sebagai anak Ahmad bin Isa. Ia disebut bukan dalam kitab nasab, tapi dalam sebuah kitab yang berbicara tentang sejarah para ulama dan para raja di Yaman. Kitab itu bernama kitab Al-suluk fi Tabaqot al-Ulama wa al-muluk karya Al-Qodli Abu Abdillah Bahauddin Muhammad bin Yusuf bin Ya'qub (730/731/732H).

"Sebagian dari mereka adalah Abu al-Hasan, Ali, bin Muhammad bin Jadid (Hadid, dua riwayat manuskrip) bin Abdullah bin Ahmad bin Isa bin Muhammad bin Ali bin Ja'far al-Shadiq bin Muhammad al-Baqir bin Ali bin Zainal Abdidin (seharusnya tidak ada bin, karena Zainal Abdin adalah laqob Ali) bin al-Husain bin Ali bin Abi Tholib karramallahu wajhah, dan dikenal dengan nama Syarif Abut Jadid menurut penduduk Yaman, asalnya dari Hadramaut dari para syarif di sana yang dikenal dengan Al-Abi Alwi, yang merupakan rumah kesalihan dan ibadah dalam tarikat tasawwuf".

Jelas sekali nama Abdullah ini bukan Ubaidillah, karena memiliki keturunan yang berbeda dengan klaim Ba'alawi sekarang. Dalam kitab ini memang  muncul pula nama Ba'Alawi, namun nama-nama yang disebutkan dari keluarga Ba'Alawi masa kitab ini sama sekali berbeda dengan nama-nama yang disebutkan oleh kitab karangan Ba'alawi masa kemudian. Dan kitab ini tidak menyebut sama sekali nama alawi bin Ubaidillah. Ini pencangkokan pertama nasab Nabi Muhammad Saw. dari jalur Ahmad bin Isa bin Muhammad an-Naqib, yaitu yang dilakukan oleh keluarga Ba'Alawi Bani Jadid.

Dalam kitab nasab yang ditulis awal abad kesembilan, nama Abdullah pun belum ada, ini sangat logis, kitab nasab yang ditulis oleh ulama nasab tentu tidak mungkin sembarangan memasukan nama yang tidak jelas dalam rumpun keluarga Nabi Muhammad Saw. yang demikian itu berbeda dengan kitab sejarah, penulis sejarah meriwayatkan dalam kitabnya nasab tokoh yang ditulis sesuai pengakuannya. Ia tidak terlalu menuntut kesahihannya, karena kesahihan nasab itu nanti bisa dikenali dan diuji oleh bidang yang lebih spesifik yaitu bidang nasab, sejarah hanya menulis sesuai pengakuan tokoh, karena pengakuan itu bagian dari sejarah pula. Benar atau tidaknya sangat mudah dibuktikan dalam sanad nasab yang ditulis setiap generasi dalam kitab-kitab nasab.

Nama Abdullah ini, kemudian yang dijadikan dasar oleh Ba'Alawi untuk menyambungkan nasab mereka kepada Nabi Muhammad Saw. Dan nanti akan diketahui bahwa Abdullah yang muncul di abad ke 8 ini bukanlah Ubaidillah.


Kitab Abad Kesembilan hijriah

Dalam kitab Umdatuttolib fi Ansabi Ali Abi Tholib karya Ibnu Inabah (828H). Disebutkan bahwa di antara keturunan Muhammad an-Naqib adalah Ahmad al-Ataj bin Abi Muhammad al-Hasan ad-Dallal bin Muhammad bin Ali bin Muhammad bin Ahmad bin Isa.

"Sebagian dari keturunan Muhammad an-Naqib adalah Ahmad al-Ataj bin Abi Muhammad al-Hasan ad-Dalla bin Muhammad bin Ali bin Muhammad bin Ahmad bin Isa al-Akbar."

Sampai awal abad Sembilan ini tidak disebutkan nama Ubaidillah sebagai anak Ahmad bin Isa. Seperti juga tidak disebutkan bahwa ada anak Ahmad bin Isa yang tinggal di Yaman. Ibnu Inabah, tampaknya, tidak mempedulikan nama  Abdullah yang disebut al-Jundi sebagai anak Ahmad bin Isa. Kenapa?,Hal itu disebabkan, mungkin karena keilmuannya dalam hal nasab tidak mentolelir adanya nama yang tiba-tiba muncul.


Kemunculan Nama Abdullah di Akhir Abad 9 Hijriah

Nama Ubaidillah belum muncul di pertengahan abad Sembilan. Akan tetapi ada nama baru yang disebutkan oleh kitab An-Najhah al-Anbariyah karya Muhammad Kadzim bin Abil Futuh al-Yamani al-Musawi (880H). Nama itu adalah Abdullah bin Ahmad. kitab An-Nafhah ini menukil dari kitab al-Jundi (730H).

Disitu kita melihat bahwa nama Abdullah telah menghilang dari para penulis nasab selama 543 tahun, dihitung dari wafatnya Ahmad bin Isa. Dari kitab yang mulai mencatat nama Ahmad bin Isa, minimal ada tujuh kitab mulai abad kelima sampai kesembilan yang tidak  menyebutkan nama Abdullah sebagai nama anak dari Ahmad bin Isa.

Kitab an-Nafhah yang menyebut nama Abdullah adalah: "Maka Muhammad an-Naqib berhijrah ke Kota Ray, maka ia mempunyai anak Isa, dan sebagian dari anak Isa adalah Ahmad yang pindah ke Hadramaut. Maka dari keturunannya di sana adalah Sayid Abut Jadid (dengan fatah jim, kasrah dal yang tanpa titik, sukun ya yang bertitik dua di bawah, setelahnya hurup dal) yang datang di Kota Aden di masa pemerintahan al-Mas 'ud bin Togtokin (dengan fatah hurup tho yang tanpa titik, sukun ghain yang bertitik satu, fatah ta yang bertitik dua di atas, nun setelah ya yang bertitik dua di bawah dan kaf yang dikasrah) bin Ayub bin Syadi (dengan fatah  syin, kasrah zdal yang bertitik keduanya) tahun 611, maka al-mas'ud kemudian melakukan tindakan kasar kepada al-Jadid karena suatu hal, maka ia menangkapnya dan menyiapkan pemindahannya ke bumi India, kemudian ia kembali ke Hadramaut setelah wafatnya al-Mas'ud. Maka dari keturunan al-Jadid ini adalah Bani Abu Alawi, yaitu Abu Alawi bin Abul Jadid  bin Ali bin Muhammad bin Ahmad bin Jadid bin Ali bin Muhammad bin Jadid bin Abdullah bin Ahmad bin Isa yang telah disebutkan sebelumnya ."

Dari kutipan tersebut, penulis kitab an-Nafhah al-Anbariyah, Syekh Muhammad Kadzim, ia sendirian tanpa referensi dari kitab nasab yang telah disebutkan.
Pertama ia sendirian tentang pindahnya Ahmad ke Hadramaut, tidak ada ahli nasab dalam kitabnya menyebutkan seperti itu.
Kedua, ia sendirian tentang nama Abdullah sebagai anak Ahmad bin Isa, nampaknya, ia melihat kitab al-Suluk dan mengambil referensi darinya.


Satu catatan penting, bahwa Bani Abu Alawi yang disebut oleh Syekh Muhammad Kadzim tersebut bukanlah Ba'Alawi para habib yang menurunkan al-Faqih al-Muqoddam, tetapi Bani Abu Alwi dari keluarga Jadid, sebagaimana ia tegaskan dengan kalimat, "Maka dari keturunan al-Jadid ini adalah Bani Abu Alawi, yaitu Abu Alawi bin Abul Jadid bin Ali bin Muhammad bin Ahmad bin Jadid bin Ali bin Muhammad bin Jadid bin Abdullah bin Ahmad bin Isa."Perhatikan! Bani Abu Alawi adalah Abu Alawi bin Abul Jadid, generasi ke delapan dari Jadid bin Abdullah.

Habib Ali Al-Sakran Yang Menyebut Nama Ubaidillah Sebagai Anak Ahmad

Menurut Habib Ali al-Sakran leluhur mereka (Para Habib Ba'Alawi) ditulis secara berkesinambungan sebagai Ubaid bin Ahmad bin Isa. Lalu ia berijtihad (berasumsi) bahwa Ubaid ini adalah sama dengan Abdullah bin Ahmad bin Isa bin Muhammad al-Naqib, seperti yang disebut dalam kitab Al-Suluk karya al-jundi (730H).

Habib Ali al-Sakran menulis sebuah kitab yang diberi nama Al-Burqatul Musyiqoh (selanjutnya disebut al-Burqah). Dalam kitab itu, untuk pertama kali nama Ubaidillah disebut sebagai Anak Ahmad bin Isa dengan argument bahwa Ubaidillah ini adalah nama lain Abdullah yang disebut oleh Al-Jundi (730H).

Kitab-kitab selanjutnya yang menyebut Ubaidillah sebagai anak Ahmad bin Isa bin Muhammad al-Naqib, kemungkinan besar, menukil dari Habib Ali al-Sakran tersebut. Diantara kitab-kitab itu seperti, al-Dlau al-Lami karya al-Sakhowi (902H), kitab Qiladat al-Dahrfi Wafayat A'yan al-Dahr karya Abu Muhammad  al-Thayyib bin Makhramah (947H), kitab Tsabat Ibnu Hajar al-Haitami (974H), kitab Tuhfat al-Tholib karya Sayid Muhammad bin al-Husain as-Samarqondi (996H), kitab al-Raudl Al-Jaliy karya Murtadlo al-Zabidi (1205H) dll.

Huijah Habib Ali al-Sakran (895H) Bahwa Ubaid adalah nama Lain Abdullah


Leluhur Habib Ali Al-Sakran, yang dikenal pada zamannya bernama Ubaid, tanpa idlofah kepada "Allah". Hal ini diakui oleh Habib Ali al-Sakran dalam kitabnya tersebut dengan ibaroh:

"Dan demikianlah, ia disini (bernama) Ubaid yang dikenal penduduk Hadramaut, dan ditulis dalam kitab-kitab mereka dan berkesinambungan dalam sislsilah nasab mereka. Dan penisbatan mereka adalah: Ubaid bin Ahmad bin Isa." (al-Burqoh al-Mutsiqoh: 150)

Perhatikan, bahwa yang tertulis berkesinambungan bagi penduduk Hadramaut nama leluhurnya adalah Ubaid bin Ahmad bin Isa. Untuk menyimpulkan bahwa leluhurnya yang bernama Ubaid, tanpa pakai mudlafilaih "Allah", itu adalah Abdullah, Habib Ali al-Sakran menyebutkan:

"Dan aku memahami dari keterangan yang telah lewat, untuk pertama kali, berdasar apa yang terdapat dari Tarikh al-Jundi (kitab al-Suluk) dan kitab Talkhis al-Awaji, dan telah disebutkan pembicaraan tentangnya, dalam menerangkan biografi sosok al-Imam Abu al-Hasan, Ali bin Muhammad bin Ahmad Jadid, bahwa Ubaid itu adalah Abdullah bin Ahmad bin Isa. (yaitu) ketika ia (al-Jundi) berkata: sebagian dari mereka adalah Abu al-Hasan, Ali bin Muhammad bin Jadid bin Abdullah bin Ahmad bin Isa bin Muhammad bin Ali bin Ja'far al-Shadiq bin Muhammad al-Baqir bin Ali bin Zainal Abdidin bin al-Husain bin Ali bin Abi Tholib karramallahu wajhah, dan dikenal dengan nama Syarif Abut Jadid menurut penduduk Yaman, asalnya dari Hadramaut dari para syarif di sana yang dikenal dengan Al-Abi'Alwi, yang merupakan rumah kesalihan dan ibadah dalam tarikat tasawwuf".


Perhatikan kalimat "waqad fahimtu mimma taqoddama" (dan aku memahami dari yang telah lewat itu), dilanjut kalimat "annahu Abdullah bin Ahmad bin Isa" (bahwa Ubaid bin Ahmad bin Isa itu adalah (orang yang sama dengan) Abdullah bin Ahmad bin Isa berdasar kutipan kitab sejarah karya al-Jundi.

Dari situ diketahui, bahwa yang dicatat sebelum itu hanya Ubaid bin Ahmad bin Isa, lalu ketika Habib Ali al-Sakran membaca kitab al-Jundi maka ia memahami (menyimpulkan) bahwa Ubaid ini adalah Abdullah.

lalu kenapa Abdullah menjadi Ubaid lalu Ubaidillah?. Habib Ali al-Sakran berargumen bahwa Abdullah bin Ahmad seorang yang tawadlu, ia merasa tidak pantas bernama Abdullah (hamba Allah), maka ia menyebut dirinya (Ubaid) hamba kecil, tanpa lafadz "Allah".

"Dan sesuatu yang dzahir bagiku, bahwa sesungguhnya Syekh Imam Abdullah bin Ahmad bin Isa bin Muhammad bin Ali bin Ja'far, karena tawadu' nya. ia menganggap baik di tasgimya (dikecilkan secara lafadz) namanya dan dihapusnya tanda (keagungannya), karena menganggap hina dirinya dan mengaggap kecil susuatu yang dinisbahkan kepadanya (nasab atau lainnya) dan melebur pengakuan dan kebiasaan nafsu, dengan mencukupkan nama baginya Ubaid"

Dari keterangan di atas dapat disimpulkan, bahwa di kalangan keluarga Ba'Alawi sendiri, nasab yang masyhur hanyalah "Ubaid bin Ahmad bin Isa", lalu ketika Habib Ali al-Sakran melihat kitab al-Suluk, yang menyebut nama Abdullah bin Ahmad bin Isa bin Muhammad al-Naqib, ia berkesimpulan bahwa nama itu adalah nama lain dari Ubaid bin Ahmad bin Isa.


Abdullah Bukan Ubaidillah Dalam Kitab Al-Suluk

Para pembela nasab para habib Ba'Alawi  di Indonesia mengatakan bahwa Ubaidillah sudah dicatat pada abad delapan. Yang demikian itu, katanya, terdapat di kitab al-Suluk karya al-Jundi (730H), yaitu ketika ia menyebut nama Abdullah sebagai anak Ahmad. Abdullah ini, menurut para habib mempunyai anak tiga yaitu Jadid, Alwi dan Bashri. Alwi dan Bashri dari ibu yang sama, sedangkan Jadid ibunya berbeda. Jadi wajar yang disebut hanya keluarga Jadid, karena ibu mereka berbeda, kira-kira demikian hujjah mereka. Jadi, walaupun yang disebut hanya keluarga Jadid sebagai keturunan Abdullah bin Ahmad, maka keluarga Alwi pun terbawa karena mereka saudara. Apakah benar Abdullah yang disebut al-Jundi itu sosok yang sama dengan Ubaidillah leluhur para habaib?

Menurut penulis, jika seandainya pun benar, bahwa Ubaidillah adalah sosok yang sama dengan Abdullah, tetap saja masih terputus riwayat selama 385 tahun dihitung berdasar wafatnya Ahmad bin Isa tahun 345H sampai wafatnya al-Jundi pengarang kitab al-Suluk yang wafat tahun 730H.

Penulis temukan justru menunjukan bahwa Abdullah ini sama sekali bukan Ubaidillah. Ia orang yang berbeda.

Sebelum penulis lanjutkan, mari kita lihat ibaroh yang ada pada kitab al-Suluk karya al-Jundi yang menyebut nama Abdullah bin Ahmad bin Isa. Ada beberapa ibaroh di halaman berbeda yang menyebut tentang Abdullah dan Bani Alawi.


Ibaroh pertama:

"Sebagian dari mereka adalah Abu al-Hasan, Ali bin Muhammad bin Jadid bin Abdullah bin Ahmad bin Isa bin Muhammad bin Ali bin Ja'far al-Shadiq bin Muhammad al-Baqir bin Ali bin Zainal Abdidin (seharusnya tidak ada bin, karena Zainal Abdin adalah laqob Ali) bin al-Husain bin Ali bin Abi Tholib karramallahu wajhah, dan dikenal dengan nama Syarif Abut Jadid menurut penduduk Yaman, asalnya dari Hadramaut dari para syarif di sana yang dikenal dengan Al-Abu Alwi, yang merupakan rumah kesalihan dan ibadah dalam tarikat tasawwuf ".

Ketika al-Jundi menyebutkan nama-nama ulama yang datang ke Ta'iz, ia menyebut nama Abul Hasan Ali. Siapa Abul Hasan Ali?. Disebut oleh al-Jundi, bahwa ia dikenal dengan al-Syarif Abil Jadid bagi penduduk Yaman, asalnya dari Hadramaut berasal dari para syarif. Mereka dikenal dengan keluarga Abu Alwi, keluarga kesalihan dan ibadah yang berjalan dalam tarikat tasawwuf .

Al-Jundi, dalam kitabnya tersebut, menyebut silsilah Abul Hasan Ali sebagai berikut:

1. Ali bin Abi Talib
2. Husain 
3. Ali Zainal Abidin 
4. Muhammad al-Baqir 
5. Ja'far al-Shadiq 
6. Ali al-Uraidi 
7. Muhammad al-Naqib 
8. Isa al-Rumi 
9. Ahmad 
IO. Abdullah 
11. Jadid 
12. Muhammad 
13. Ali 
14. Hadid 
15. Ahmad 
16. Muhammad 
17. Abul Hasan Ali (617H)

Abu Hasan Ali ini dikenal dengan nama Syarif Jadid yang berasal dari Hadramaut. Lalu perhatikan nasab para habib Ba'Alawi sampai generasi ke 17.

1. Ali bin Abi Talib
2. Husain
3. Ali Zainal Abidin
4. Muhammad al-Baqir
5. Ja'far al-Shadiq
6. Ali al-Uraidi
7. Muhammad al-Naqib
8. Isa al-Rumi
9. Ahmad
10. Ubaidillah
11. Alwi
12. Muhammad
13. Ali
14. Alwi
15. Ali kholi qosam
16. Muhammad Sohib mirbat (550H)
17. Ali Waldul Faqih (590H)
18. Muhammad Faqih al-Muqoddam (653H)


Abul Hasan Ali, hidup segenerasi dengan  Muhammad Sohib Mirbat, Ali Walidul faqih, dan Faqih al-Muqoddam. Kenapa ketika menyebut bahwa Abul Hasan berasal dari syarif-syarif di Hadramaut, al-Jundi tidak menyebut nama Muhammad Sohib Mirbat atau Faqih al-Muqoddam?. Padahal, al-Jundi wafat tahun 730H. seharusnya al-Jundi mengenal Muhammad Sohib Mirbat atau Faqih al-Muqoddam, karena disebut dalam literasi para habib, bahwa Muhammad Sohib Mirbat adalah ulama  besar dan "syaikhul masyayikh al-ajilla' al- a'lam", gurunya para guru yang agung dan menjadi tokoh, juga disebut dalam kitab yang sama ia sebagai "Imam al-a'immah", imamnya para imam. Faqih al-Muqodam, menurut Solih bin Ali al-Hamid Ba'Alawi dalam kitabnya, Tarikh Hadramaut. adalah ulama besar yang sampai tingkatan mujtahid mutlak.

Seharusnya, dengan sebesar penyebutan itu, al-Jundi mengenal keduanya, karena al-Jundi tinggal Aden, Yaman. Misalnya, al-Jundi menyebutkan: "Syarif Abul Hasan ini berasal dari Hadramaut dari para syarif di sana yang dikenal dengan Al-Abi Alwi satu keluarga dengan Sohib Mirbat dan Muhammad al-Faqih al-Muqodam". Tetapi al-Jundi tidak menyebutkan demikian. Ia hanya menyebut Abul Hasan Ali.

Para Habib, semisal Hanif Alatas dalam buku sanggahannya terhadap buku penulis, menyatakan bahwa al-Jundi menyebut Faqih al-Muqoddam, Ali Kholi Qosam, putra solih Muhammad bin ali bin alwi, dan sayyid Abdullah bin Alwi. Benarkah klaim itu?.


Mari kit baca ibaroh kitab al-jundi berikut ini.
 
"Sebagian dari mereka (tokoh Hadramaut) adalah Abu Marwan, sebagai laqob, adapun namanya adalah Ali bin Ahmad bin Salim bin Muhammad bin Ali. Ia seorang ahli fikih yang terbaik di Hadramaut. Karena kesalihannya dan keberkahan pengajarannya. Ia mempunyai kitab karangan yang banyak. Ia adalah awal orang yang bertasawuf dari keluarga Abu Alwi. Mereka (sebelumnya) dikenal dengan fikih. Dan ketika sampai kepadanya tentang itu dan sesungguhnya ini telah bertasawuf lalu ia menjauhinya. Dan sebagian yang telah belajar fikih kepada Abu Marwan adalah  Abu Zakaria, ia keluar ke Maqdisyu lalu menyebarkan ilmu di sana dan di peloksoknya dengan penyebaran yang luas dan aku tidak mengetahui seorang pun sejarah mereka."

Dari ibaroh ini, kita menemukan secara dzahir, bahwa Abu Marwan seabagai keluarga Ba'Alawi, dan ia merupakan orang pertama yang menjalani tarikat tasawuf. Dan nama Abu Marwan ini tidak lazim dipakai keluarga Habib Ba'Alawi. Tapi menurut para habib, disini ada kalimat yang hilang, yaitu setelah kalimat "musonnafat adidat" terdapat kalimat "Wabihi tafaqqaha Muhammad bin Ali Ba'Alwi" lalu baru dilanjutkan kalimat "wahua awwalu... "jadi yang benar menurut Hanif, "belajar kepadanya (Abu Marwan), (orang yang bernama) Muhammad bin Ali Ba'Alwi (Faqih Muqoddam).. ". Hal itu, menurut Hanif, disyahidi oleh kitab Husen bin Abdurrahman al-Ahdal yang bernama Tuhfatuzzaman fi Tarikhi Sadat al-Yaman. Setelah penulis mencari kitab ini, memang ada seperti yang disebut Hanif, ada tambahan Muhammad bin Ali. Kekurangannya, kitab ini di tahqia oleh Abdullah Muhammad al-Habsyi dari keluarga Ba'Alawi sendiri. Bukan penulis meragukan pentahqiq tanpa alasan, tetapi beberapa pengalaman pentahqiqan yang dilakukan kalangan internal Ba'Alawi, mulai dari kitab Abna' al-Imam dan al-Raud al-jaliy, selalu ada masalah. Bahwa ada nama Muhammad bin Ali Ba'Alwi, tetapi apakah betul itu al-Faqih al-Muqoddam?. Kita lanjutkan ibaroh al-Jundi berikut!

"dan sebagian dari keluarga Abu Alwi, telah terlebih dahulu disebutkan sebagian mereka, ketika menyebutkan Abu Jadid beserta orang-orang yang datang ke Ta'iz, mereka adalah keluarga kesalihan, tarekatnya dan nasabnya, diantara mereka adalah Hasan bin Muhammad bin Ali Ba'Alawi, ia seorang ahli fikih, ia menghafal kitab al-Wajiz karya Imam gazali, ia punya paman namanya Abdurrahman bin Ali Ba'Alawi."

Dari ibaroh ini ada nama yang disebut al-Jundi merupakan keluarga Ba'Alawi, yaitu Hasan bin Muhammad bin Ali Ba'Alawi. Nama Muhammad bin Ali Ba'Alwi yang disebut kembali, ia mempunyai anak bernama Hasan. Pertanyaannya!, kalau Muhammad bin Ali Ba'Alwi itu al-Faqih al-Muqoddam, seperti interpretasi Hanif, apakah al-Faqih al-muqoddam mempunyai anak bernama Hasan?.


Mari kita lihat kitab nasab Ba'Alawi Syamsu al-Dzahirah, apakah al-Faqih al-Muqoddam mempunyai anak bernama Hasan.

"ia (al-Faqih al-Muqoddam) mempunyai anak laki-laki lima yaitu Alawi, Ahmad, Ali, Abdullah yang wafat di Tarim tahun 663H, dan Abdurrahman yang wafat antara Makkah-Madinah." (Syamsu al-Dzahirah).
 
Jelas di sini disebutkan bahwa al-Faqih al-Muqoddam tidak punya anak bernama Hasan. Jadi jelas pula bahwa Muhammad bin Ali yang disebut al-Jundi itu bukan al-Faqih al-Muqoddam.

Penguat kedua bahwa Muhammad bin Ali yang disebut al-Jundi itu bukan al-Faqih al-Muqoddam adalah kalimat "Ia (Hasan bin Muhammad) mempunyai paman bernama Abdurrahman bin Ali".

Apakah Ali ayah al-Faqih al-Muqoddam mempunyai anak bernama Abdurrahman?. Mari kita lihat kitab Syamsu al-dzahirah.

"ia (Syekh Ali bin Muhammad sahib Mirbath) mempunyai anak satu, yaitu syekh Imam Muhammad yang masyhur dengan (nama) al-Faqih al-Muqoddam" (Syamsu al-dzahirah).

Dikatakan dalam kitab Syamsu al-Dzahirah, bahwa Ali (ayah al-Faqih al-Muqoddam) hanya mempunyai anak satu, berarti Hasan yang disebut al-Jundi mempunyai paman bernama Abdurrahman jelas bukan anak al-Faqih al-Muqoddam dan bukan keluarga Habib Ba'Alwi.

"dan sebagian dari mereka adalah Ali bin Ba'Alwi, ia banyak ibadahnya, agung pangkatnya, ia selalu sholat, dan ketika membaca tasyahud, ketika ia membaca 'assalamualaika ayyuhannabiyyu', ia mengulang-ulangnya, maka ditanyakan kepadanya (kenapa ia mengulang-ulang kalimat tersebut?), (ia menjawab) 'aku melakukannya sampai Nabi s.a.w. menjawabnya', maka banyak sekali ia mengulang-ulang itu. Dan Ali mempunyai anak namanya Muhammad Ibnu Solah, ia punya paman namanya Ali bin Ba'Alwi, sebagian rincian keluarga Abu Alwi adalah Ahmad bin Muhammad, ia seorang ahli fikih yang utama, ia wafat kira-kira tahun 724H. dan Abdullah bin Ba'Alwi, ia masih hidup sampai sekarang, ia bagus ibadahnya dan menjalani tasawuf ".


Benarkah nama-nama ini seperti yang disebutkan Hanif, merupakan keluarga habib Ba'Alwi. Mari kita lihat satu persatu.

Pertama, Alwi bin Ba'Alwi, sangat banyak keluarga Habib Ba'Alwi yang bernama Alwi, sementara bin Ba'Alwi tidak menunjukan ayah, tetapi menunjukan kabilah. Jadi sulit untuk menelusuri siapa dia. Tetapi Hanif, menyatakan bahwa maksudnya itu adalah Ali Kholi Qosam, dan penyebutan bin Ba'Alwi itu maksudnya adalah bin Alwi tanpa Ba. Lagi-lagi, Hanif bersyahid kitab Tarikh al-Ahdal yang di tahqiq Ba'Alawi sendiri. Tapi mari kita coba telusuri  dengan kalimat-kalimat berikutnya. Disitu dikatakan bahwa, Ali bin Ba'Alwi ini punya anak paman bernama Ali juga. Berarti jika dia adalah Ali Kholi qosam, maka kita telusuri apakah ayah Ali Kholi qosam ini punya adik yang mempunyai anak bernama Ali, sehingga Ali inilah yang disebut anak paman Ali Kholi Qosam. Mari kita lihat kitab Syamsu al-Dzahirah.

"Alawi ini mempunyai dua putra yaitu salim tidak punya keturunan dan Ali yang dikenal dengan Kholi Qosam". (Syamsu al-Dzahirah).

Jelas, nama Ali bin Ba'Alwi itu bukan Ali Kholi Qosam, karena Ali Kholi qosam pamannya tidak punya anak, bagaimana ia punya anak paman (sepupu) jika pamannya tidak punya anak. Jadi klaim hanif bahwa keluarga Habib Ba'Alwi disebut ditarikh al-Jundi itu terbantahkan. Begitu pula klaim Habib Ali al-Sakran dalam kitabnya al-Burqoh al-Musyiqoh, yang menyatakan bahwa leluhurnya Ubaid bin Ahmad itu adalah sama dengan Abdullah bin Ahmad dengan berhujjah dari apa yang disebut oleh al-Jundi itu menjadi terbantahkan pula. Maka dari sini, nasab Habib Ba'Alawi sangat sulit untuk bisa disambungkan dengan nasab Nabi Muhammad s.a.w. karena dalil mereka adalah hanya asumsi kemiripan nama antara Ubaid bin ahmad dan Abdullah bin Ahmad .

Lalu siapa Abu Alwi yang dimaksud itu? Abu Alwi yang dimaksud itu hanyalah keturunan Jadid bin Abdullah.

Abad Sepuluh Nama Ubaidillah dan keturunannya Mulai Matang Walau Belum Disebut Ubaidillah.


Dalam kitab Tuhfatutholib Bima'rifati man Yantasibu Ila Abdillah wa Abi Tholib, karya Sayid Muhammad bin al-Husain as-Samarqondi (996H) disebutkan seperti berikut:

"Adapaun Ahmad bin Isa bin Muhammad bin (Ali) al Uraidi maka Ibnu Anbah berkata: Abu Muhammad al-Hasan al-Dallai bin Muhammad bin Ali bin Muhammad bin Ahmad bin Isa ar-Rumi  adalah dari keturunan Ahmad bin Isa, ia (lbnu Anbah) diam tentang selain Abu Muhammad. Aku berkata (penulis kitab Tuhafatutolib) "Aku melihat dalam sebagian ta'liq (catatan sebuah kitab yang ditulis oleh santri ketika mendengar keterangan gurunya) tulisan yang bunyinya, "Telah berkata al-muhaqqiqun dari cabang ilmu ini (nasab) dari ahli Yaman dan Hadramaut, seperti Imam Ibnu Samrah, al-Imam al-Jundi, al-Imam al-Futuhi yang mempunyai kitab at-Talkhis, al-Imam Husain bin Abdurrahman al-Ahdal, al-Imam Abil Hubbi al-Bur 'I, al-Imam Fadhol bin Muhammad al-Bur 'I, al-Imam Muhammad bin Abu Bakar bin ibad as-syami, Syekh Fadlullah bin Abdullah as-Syajari, dan al-Imam Abdurrahman bin Hisan bahwa Sayid Syarif Ahmad bin Isa pergi bersama anaknya, Abdullah, dalam rombongan para anak, kerabat, teman-teman, para pembantu dari Bashrah dan Iraq menuju Hadramaut setelah berpindah dari berbagai daerah dan bersembunyi dari berbagai Negara, sebagai hikmah Tuhan raja yang maha memberikan anugrah. Maka kemudian Abdullah mempunyai anak bernama Alwi, dan Alwi mempunyai anak bernama Muhammad. Muhammad mempunyai anak Alwi (lagi), Alwi mempunyai anak Ali Kholi Qosam, Ali Kholi Qosam  mempunyai anak bernama Muhammad  Shohib Mirbath, dan Muhammad Shohib Mirbath mempunyai anak bernama Alwi dan Ali. Maka adapun Alwi maka mempunyai empat anak yaitu Ahmad dan ia berketurunan, Abdullah ia tidak mempunyai keturunan, Abdul Malik keturunannya di India, dan Abdurrahman dan ia berketurunan. Dan adapun Ali  maka ia mempunyai anak al-Faqih al-Muqoddam Muhammad dan ia mempunyai banyak keturunan (Tuhfatuttolib, Sayid Muhammad bin al-Husain 76-77H).

Untuk menyebutkan keturunan Ahmad bin Isa, pertama penulis kitab Tuhfatuttolib mengutip pendapat Ibnu Inabah dalam kitab Umdatuttolib, dalam kitab umdah itu ditulis bahwa Ahmad bin Isa mempunyai keturunan dari anaknya yang bernama Muhammad. Penulis tuhfatuttolib memberi tambahan "wa sakata an gairihi" artinya "Dan Ibnu Inabah diam dari keturunan lainnya".

Dari kalimat itu penulis Tuhfah ingin mengatakan, bahwa selain Muhammad, ada nama lain yang tidak disebutkan oleh Ibnu Inabah karena ia tidak tegas menyebutkan berapa jumlah anak Ahmad bin Isa. Lalu ia berkata "bahwa aku menemukan sebuah ta'liq" yaitu catatan santri pada sebuah kitab ketika mengaji dihadapan guru, dalam ta'liq itu terdapat susunan garis keturunan Ba'alawi yang menyebut Ahmad punya anak Abdullah, lalu tanpa di kroscek kitab sebelumnya ta'liq itu dimasukan dalam kitabnya. Dari situlah mulai mashurnya marga Ba'Alawi sebagai keturunan Ahmad bin Isa.

Anak Ahmad bin Isa hanya tiga yaitu Muhammad, Ali dan Husain. Apabila ia mempunyai kitab itu maka mungkin ia tidak akan memasukan ta'liq itu ke dalam kitabnya, karena akan terasa ganjil apabila sebuah catatan sepotong kertas kemudian berbeda dengan kitab-kitab nasab yang telah ditulis 390 tahun sebelumnya.


Abdullah Resmi Menjadi Ubaidillah Pada Abad 14 H

Dalam kitab Syamsudz Dzahirah karya  Syekh Abdurrahman al-Mashur (1320H), disebutkan dengan tegas bahwa Abdullah bergelar Ubaidillah. Berikut Kutipan lengkapnya.

"ini adalah fasal menerangkan anak-anak Seorang sayyid yang mashur, yaitu Ahmad bin Isa bin Muhammad bin Ali al-Uraidi bin Ja'far as-Shadiq r.a. ia (Ahmad) mempunyai dua anak yaitu Muhammad dan Abdullah, dan Abdullah ini dinamai pula Ubaidillah dan nyahnya adalah Abu Alwi. (Kitab Syamsudz Dzahirah: 51).

Dengan tegas syekh Abdurrahman al-Masyhur menyebutkan nama Abdullah adalah alias dari Ubaidillah. Ada perbedaan antara kitab syamsudz Dzahirah dan kitab abad kelima yang menyebutkan anak Ahmad berjumlah tiga yaitu Muhammad, Ali dan Husain. Kitab Syamsudzahirah menyebutkan anak Ahmad bin Isa ada dua orang yaitu Muhammad dan Abdullah. Ia menghilangkan nama Ali dan Husain dan memasukan nama Abdullah. Seperti telah disebutkan sebelumnya nama  Abdullah ini mulai disebut oleh Syekh al-Jundi (730H). Dan diinterpretasi oleh Habib Ali al-Sakran bahwa ia sama dengan Ubaid. Sebelumnya tidak ada nama Abdullah disebutkan oleh para penulis kitab nasab sebagai anak Ahmad bin Isa, tidak disebutkan dikitab abad  kelima, keenam dan ketuju. Sedangkan nama Ubaidillah pertama kali disebuat oleh Habib Ali al-Sakran (895H).

Dalam an-Nafhah disebutkan Ahmad bin Isa mempunyai anak bernama Abdullah dan Abdullah mempunyai anak bernama Abul jaded yang nanti akan menurunkan Abu Alwi pada generasi 8 yang merupakan Bani Abu Alwi. Sedangkan kitab Tuhfatuttalib menyebutkan Abdullah langsung mempunyai anak Alwi yang kelak menjadi datuk Bani Alawi. Kitab Syamsudz Dzahirah berusaha mengkompromikan keduanya dengan menyebutkan bahwa Abdullah mempunyai anak Alwi dan bergelar Abu Alwi dan Abul Jadid dan menambahkan nama ketiga yaitu Bashri. Jadi anaknya tiga. Dari mana tambahan itu? wallahu a'lam.

Dari sini kita menyimpulkan betapa rumitnya pensibatan para Ba'Alawi sebagai keturunan Ahmad bin Isa. Selain Ubaidillah yang tidak tercatat sebagai anak Ahmad bin Isa selama 550 tahun, ketika tiba-tiba muncul nama itu pun dengan kelemahan yang menyertainya. Kelemahan itu disebabkan beberapa hal.

Yang pertama munculnya nama Abdullah pada akhir abad 8 tanpa menyebutkan referensi, sepertinya ia muncul dari ruang hampa.

Yang kedua ketika muncul dalam kitab al-Burqoh di abad sembilan, penulisnya mengatakan ia menginterpretasi nama Abdullah sebagai Ubaid.

Ketiga ketika kitab Syamsudz Dzahirah menyimpulkan bahwa Abdullah adalah Ubaidillah, tidak menyebutkan Abdullah  yang mana, apakah Abdullah yang mempunyai anak Abul Jadid seperti dalam an-Nafhah, atau Abdullah yang mempunyai anak Alwi seperti dalam Tuhfatuttolib. An-Nafhah tidak menyebut nama Alwi sebagai anak Abdullah, Tuhfatuttolib tidak mnyebut nama Abul Jadid sebagai anak Abdullah. Lalu disatukan dalam Syamsudz Dzahirah bahwa keduanya anak Abdullah.

Penyatuan Alwi dan Abul jadid sebagai anak Abdullah menyisakan masalah karena an-Nafhah menyebutkan Bani Abu alawi itu dari jalur Abul jadid. Sedangkan hari ini kita dikenal Ba'Alawi dari jalur Alwi, akan tetapi nama Alwi bin Abdullah tidak disebutkan dalam kitab an-Nafhah sebagai anak Abdullah.


Nasab Ba'alwi Tidak Syuhroh Dan Tidak Istifadoh

Ketika kita mengetahui bahwa fulanah adalah ibu kita, darimana kita tahu bahwa ia adalah ibu kita, padahal kita tidak melihat dengan mata kepala sendiri ketika kita dilahirkan oleh fulanah itu?. Kita mengetahuinya dari orang lain, dari keluarga kita, dari tetangga kita dan dari yang lainnya, itulah makna syuhroh wal istifadloh secara sederhana.

Syuhro wal istifadloh (at-tasamu', mendengar dari mulut ke mulut) adalah  cara yang diakui Islam untuk menentukan beberapa masalah fikih, termasuk nasab. Madzhab empat sepakat teori syuhroh wal istifadloh dapat diterapkan sebagai hujjah dalam menentukan nasab dan menafikannya. Nabi Muhammad Saw. menggunakan syuhroh walistifadloh ketika ia meyakini bahwa Hamzah bin Abdul Muttolib adalah saudara satu susuan dari Tsuwaibah, padahal Nabi waktu itu tidak melihat sendiri ketika Hamzah menyusu kepada Tsuwaibah karena Hamzah menyusu dua tahun sebelum Nabi Muhammad menyusu.

Syuhroh belum tentu istifadloh. Contoh: Abu bakar itu berasal dari Suku Quraisy. Yang demikian mashur diketahui oleh semua orang baik di Makkah maupun suku lainnya di Arab, bahkan seluruh dunia Islam. Itu Syuhroh (masyhur) dan Istifadloh (menyeluruh). Ibnu Jauzi (597H) berasal dari Quraisyi. Yang demikian itu diketahui oleh ahli ilmu tapi tidak diketahui semua orang. Itu Syuhroh tapi tidak istifadloh (menyeluruh).

Ketika dikampung kita ada seorang sayyid atau syarif yang dikenal secara masyhur bahwa ia adalah syarif karena lahir dari seorang syarif dan kakeknya juga dikenal sebagai syarif maka ia bisa diyakini oleh kita sebagai syarif. Dalam arti jika kita bersaksi bahwa ia adalah seorang syarif maka kita tidak dianggap berdusta dalam kesaksian. Tapi apakah yang demikian itu cukup menjadi dalil bahwa ia syarif asli?. Belum, Masih membutuhkan syarat lainnya yaitu syuhroh wal istifadloh itu harus dalam semua generasi sampai generasi yang diakui.

Jika seseorang mengaku sebagai keturunan Nabi Muhammad s.a.w. maka dalam setiap generasi itu harus masyhur bahwa ia adalah keturunan Nabi, bukan hanya di masanya tapi dimasa ayahnya, kakeknya, buyutnya dst. Bagaimana cara mengetahuinya?.

Cara mengetahuinya adalah dengan syuhro wal istifadloh dimasanya. Yaitu dengan masyhurnya.

Terimakasih, semoga bermanfaat. Apabila ada salah kata atau penyebutan nama mohon di koreksi. Wassalamu'alaikum

Posting Komentar

0 Komentar